Kamis, 02 Desember 2010

RINOCOMP v2.4






num 1 - 0 = maphack

F9/F10 = masmed off/on 
F12 = Misi major
F11 = Title Hack
F4/F5 = Baret Hitam On/off
F2/F1 = Bomberman on/off
F7 = Spion Mode
F3 = Noname mode
DELETE/HOME = ALT+TAB on/off
LIST MAP HACK
NUM 1 = Burning Hall
NUM 2 = CrackDown
NUM 3 = PortAcaba
NUM 4 = Mstation
NUM 5 = Redrock
NUM 6 = ??
NUM 7 = Luxvilee
NUM 8 = ??
NUM 9 = ??
NUM 0 = ??

Cara make map hacknya : Masuk room yang udah play atau rede
Tekan hotkey num 1 - 0 utk maphacknya
CONTOH
Misalnya map aslinya luxvile jika ingin merubah map ke crackdown tekan numpad 2
saat loading screean play kembalikan ke map aslinya tekan numpad 7 utk luxvile, ini bertujuan agar tidak dc dlm pemakaian.

Cara make masmed AGAR TIDAK DC (EXP Only not Masmed) :
tekan F10 utk complete mision card
5.habis selesai play...
  card komplete semua
  lalu buka tutup dari card 1-10
  klik card10 lalu tutup...
msk Lagi ke Misi dan Klik card 10 dan KeLobby Dan Tekan F9 untuk reset card
setelah itu main/play dan ada 1 Misi dri sekian bnyk hrs di selesaikan Guna mendapatkan masmednya..
Setelah Slesai Play andakan di Room/di Lobby lagi,msk ke Misi n Klik Card terakhir lagi setelah itu kembali lagi ke room/lobby dan Tekan Reset Card (F9)
dan Tekan lagi complete cardnya (F10)
Stelah selsai main lagi buka tutp misi sebanyk 2x dan liat masmed Bertambah..!!

Sekilas Tentang Nene’ Mallomo



Sekilas Tentang Nene’ Mallomo, Salah Satu Cendikiawan Sulsel

Nene’ Mallomo merupakan salah satu tokoh legenda (cendekiawan) di Sidenreng Rappang yang kemudian menjadi landmark Kabupaten Sidrap yang hidup di Kerajaan Sidenreng sekitar abad ke-16 M, pada masa pemerintahan La Patiroi, Addatuang Sidenreng.

Ada juga yang menyebutkan bahwa Nene’ Mallomo lahir sebelum masa pemerintahan Raja La Patiroi, yaitu pada masa Raja La Pateddungi. Beliau meninggal Tahun 1654 M di Allakuang, dimana salah satu mottonya yang terkenal dan menjadi motivasi kerja adalah Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata. Pada zaman dahulu, setiap kerajaan memiliki cendekiawan yang merupakan pembimbing masyarakat dalam mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Ada 5 orang cendekiawan yang terkenal dalam perjalanan sejarah kerajaan Bugis, yakni Kajao Laliddo (cendekiawan kerajaan Bone), Nene’ Mallomo (cendekiawan kerajaan Sidenreng), Arung Bila (cendekiawan kerajaan Soppeng), La Megguk (cendekiawan kerajaan Luwu) dan Puang ri Maggalatung (cendekiawan kerajaan Wajo).

Para cendekiawan tersebut sering melaksanakan pertemuan untuk mengadakan diskusi, sambil tukar menukar pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan seiap orang. Salah satu pertemuan yang terkenal digelar di Cenrana.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kajao Laliddo dari Bone, Nene’ Mallomo dari Sidenreng, Puang ri Maggalatung dari Wajo, Topacaleppang dari Soppeng, Macca e dari Luwu dan Boto Lempangan dari Gowa.

Dari pertemuan tersebut, Nene’ Mallomo kemudian melahirkan buah pikirannya yang disepakati oleh para cendekiawan yang hadir. Buah pikirannya berupa sebuah prinsip yang harus dijalankan oleh aparat kerajaan dalam mewujudkan masyarakat yang taat hukum.
Prinsip tersebut dikenal dengan ungkapan “Naia Adek Temmakkeana Temmakkeappo” (hukum tidak mengenal anak cucu).

Para cendekiawan kerajaan juga berfungsi untuk menghasilkan karya yang dapat dijadikan pedoman dalam membangun kerajaan/masyarakat ke arah yang lebih baik. Pedoman tersebut lebih dikenal dengan istilah pangadereng. Menurut Muh. Salim (1984), “pangadereng meliputi segala keharusan bertingkah laku dalam kegiatan orang Bugis, meliputi keseluruhan tata tertib, pedoman hidup dan kehidupan, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam kehidupan bermasyarakat”.

Pangadereng meliputi adek (perbuatan yang memberikan keseimbangan/mappasilasa), bicara (perbuatan saling menyembuhkan/mappasisau dan perkataan yang saling menghormati), rapang (percontohan, yakni perbuatan yang menserupakan/ mappasenrupa), wari (tata cara, yakni perbuatan yang tahu membedakan/mappalaiseng).

Sedangkan Drs. Mattulada (1968) mengatakan : “pangadereng dapat diartikan sebagai keseluruhan norma-norma, meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesamanya manusia dan terhadap pranata sosialnya secara timbal balik dan yang menyebabkan adanya gerak (dinamis) masyarakat. Pangadereng dibangun oleh banyak unsur yang saling menguatkan. Pangadereng meliputi hal ihwal ade’ (adat), bicara, rapang (contoh), wari (tata cara) dan sara’. Semua diperteguh dalam satu rangkuman yang melatarbelakanginya,yaitu satu ikatan yang mendalam ialah siri”.

Nene’ Mallomo hanyalah sebuah gelar bagi seseorang, dimana dalam bahasa Bugis Sidrap, kata Mallomo berarti mudah, yang maksudnya bahwa Nene’Mallomo mudah memecahkan suatu permasalahan yang timbul. Nene, Mallomo merupakan seorang laki-laki, walaupun kata nene’ menunjuk pada istilah wanita yang telah lanjut usia (tua). Dalam budaya Bugis dahulu, kata Nene’ digunakan untuk pria/wanita yang telah lanjut usia.
Nama asli Nene’Mallomo adalah La Pagala, namun ada juga yang mengatakan bahwa nama asli Nene’Mallomo adalah La Makkarau. Nene’ Mallomo dikenal sebagai seorang intelektual yang mempunyai kapasitas dalam hukum dan pemerintahan serta berwatak jujur dan adil kepada seluruh masyarakatnya.
Dalam konteks masalah hukum, Nene’ Mallomo mempunyai prinsip yaitu Ade Temmakkeana Temmakkeappo, yang berarti bahwa hukum tidak mengenal anak dan cucu. Hal ini menunjukkan sisi keadilan dan ketegasan dari seorang Nene’ Mallomo, yang juga merupakan salah seorang penyebar agama Islam di daerah Sidrap.